KALABAHI, metroalor.com – Dalam upaya memperkuat pemahaman publik terhadap program Laut untuk Kesejahteraan (LAUTRA), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bekerja sama dengan IKCOMM (Ira Koesno Communications) dan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran (Unpad) melaksanakan Survei Pemetaan Awareness, Persepsi, dan Ekspektasi Publik di tiga kabupaten yakni Kupang, Alor, dan Buru.
Kegiatan survei yang berlangsung pada 20–31 Oktober 2025 ini dilanjutkan dengan Focus Group Discussion (FGD) pada 1 November 2025 di Aula Lantai III Kopdit Tribuana, Kalabahi–Alor, guna menggali pandangan pemangku kepentingan terhadap pelaksanaan program tersebut.
Ketua Koordinator FGD Wilayah NTT, DR. Drs. Chris Oiladang, M.A., menjelaskan, program Lautra merupakan bagian dari proyek nasional Oceans for Prosperity yang menitikberatkan pada pengelolaan sumber daya laut dan pesisir untuk kesejahteraan masyarakat.
“Program ini akan berdampak besar terhadap ekonomi masyarakat pesisir jika dikelola secara serius dan berkelanjutan,” ujar Oiladang.
Tim survei telah menjangkau Desa Alor Besar, Alor Kecil, Pante Deere, dan Kelurahan Moru, dengan melibatkan 200 responden. Temuan awal menunjukkan masih rendahnya pemahaman masyarakat terhadap program Lautra.
“Program ini baru dikenal di kalangan atas, belum tersentuh masyarakat bawah. Sosialisasi harus dilakukan langsung di lapangan agar mereka paham manfaatnya,” tegas akademisi Fisip Undana itu.
FGD yang menghadirkan unsur pemerintahan desa, pelaku usaha, LSM, menghasilkan satu benang merah yaitu kesejahteraan laut hanya bisa dicapai melalui kesadaran kolektif.
“Alor punya potensi besar dari pariwisata bawah laut, budidaya mangrove, hingga konservasi pesisir. Tapi semua itu hanya berarti jika kita peduli sejak sekarang,” tutup Oiladang.
Dalam sesi diskusi, berbagai pihak turut menyuarakan pandangan kritis.
Pemilik Resto Mama Kadelang, Inang Enga, menilai bahwa kondisi laut Alor belum mencerminkan kesejahteraan.
“Masih banyak sampah berserakan di pesisir. Jika laut kotor, bagaimana bisa kita bicara kesejahteraan? Laut sejahtera berarti lingkungan dan masyarakat juga sejahtera,” ujarnya.
Sementara Kepala Desa Pante Deere, Nikson Asamau, mendesak Pemerintah Kabupaten Alor segera memindahkan lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang berada di Kelurahan Kabola.
“Asap dan erosi dari TPA mengalir ke laut dan mencemari wilayah kami. Jika musim hujan tiba, sampah itu terbawa arus ke Pante Deere,” ungkapnya.
Nikson juga menyoroti praktik penangkapan ikan menggunakan bahan kimia (bom) dan racun akar tuba, yang menurutnya masih dilakukan oleh nelayan dari beberapa wilayah sekitar.
“Aturan sudah ada, tapi belum ditegakkan dengan kuat. Pemerintah pusat harus mempertegas regulasi agar ekosistem laut tidak terus rusak,” pintanya.***













