Desa dulolong merupakan tempat atau kampung para pendeta pertama ditabiskan ditandai dengan pembaptisan oleh orang dari Belanda .waktu itu orang Belanda datang dengan kapal yang di sebut kapal putih, dan saat itu raja pertama di Alor, raja Nampira hadir dalam pentabisan para pendeta tersebut .
Demikian di ungkapkan bupati Alor Drs, Amon Djobo dalam sambutan pada pengatapan masjid Baburrahim dulolong di desa dulolong pada Sabtu 23/10/21.
Tolerasi umat beragama, kata Bupati Djobo,buat orang Alor sudah diwariskan sejak nenek moyang. Dan begitu kentalnya peradaban sehingga tidak ada yang mengkultuskan dirinya sebagai orang Islam atau orang Kristen. “Tempat atau kampung dulolong ini juga merupakan tempat pertemuan orang Kristen dan orang Islam sampai kapanpun”, tandas Djobo.
Tempat ini ( desa dulolong) telah mengukir banyak sejarah,dimana raja Nampira membangun masjid ini, kemudian memberikan bantuan material untuk pembangunan gereja Pola Kalabahi dan gereja kemah Injil di watatuku .selain itu juga sebagai tempat pentabisan pendeta pertama di Alor. ” Hari ini kita ada disini baik Kristen atau Islam ,dari gunung atau pantai paling tidak kita sudah menjalankan amanat leluhur kita bahwa kita adalah orang bersodara”, ujar Djobo.
Ketika kita semua hadir disini sudah menandakan bahwa kita semua bersodara . karena itu jangan membandingkan mana masjid dan mana Gereja lagi. ” “Masjid itu yang orang Kristen punya dan Gereja itu yang orang Islam punya.kami hidup dan rukun di tanah terjanji surga di timur matahari sampai kiamatpun kami tetap bersodara”, tandas Djobo.
Dia berharap pada generasi muda yang hadir di acara ini agar mengikuti jejak para leluhur ,agar tetap hidup rukun . Selain itu harus belajar dari kearifan lokal yang telah wariskan oleh bapak raja Nampira “Saya, bapak Ima( Imanuel Blegur), Haji Jusran Tahir, dan beberapa tokoh yang lain kami sudah tua , sebabitu apa yang sudah di buat oleh nenek moyang kita lanjutkan dengan tetap berdampingan dan rukun” terang bupati dua priode ini.
Atas nama masyarakat dan pemerintah, mantan asisten tiga Setda alor ini menyampaikan proficiat dan terimakasih kepada semua orang, baik tokoh agama, tokoh masyarakat, para tukang dan yang berkepentingan dalam pembangunan masjid ini. Mulai dari fondasi sampe pada pengatapannya.
Menurutnya, kampung tolerasi sebenarnya ada di desa dulolong ini, karena tempat ini berkumpulnya orang Kristen dan Islam.” Ini masjid bukan untuk orang dulolong tapi untuk orang Alor secara keseluruhan”, tutur Djobo.
Masjid ini bukan saja dimiliki oleh panitia atau orang muslim saja tapi pemerintah daerah juga punya kewajiban untuk membantu menyelesaikannya. Karena dari rumah ibadah ini semua umat mendoakan semua orang yang ada di muka bumi ini dan pemerintah, tandasnya.
Bupati Djobo bantu semen100 sak dan uang tunai 50 juta dan langsung di serahkan kepada ketua panitia pembangunan masjid, H.Taufik Nampira.
“Tapi Saya tidak dikasi semuanya. Kalau mau pake baru ambil sedikit- sedikit sampe 50 Juta na stop sudah” ujarnya.

Sementara itu, raja muda, Marjuki Nampira saat memberikan alat- alat kerja kepada kepala tukang mengatakan, paku ini tidak saja untuk merekatkan seng dan kayu , tapi melambangkan kerekatan tujuh suku dulolong dengan para suku-suku dari ujung marataing hingga pulau kangge .demikian juga palu ( hamar) tidak saja berfungsi untuk merekatkan paku dan seng tapi melambangkan semangatnya warga Dulolong untuk bersatu membangun masjid ini sampai tuntas .
Kepada para generasi muda dulolong , Marjuki berpesan, tetap berkiprah di bidangnya masing-masing sesuai amanat para leluhur. Karena dulolong tempat lahir para raja-raja besar, pemimpin kemerdekaan, ulama-ulama yang di segani dan sebagai tempat pentabisan pendeta pertama di Alor ini, tutur Marjuki.
Perlu juga di ketahui hadir dalam acara tersebut, ketua DPRD Alor, Enny Anggrek, SH,kepela kantor kementerian agama kabupaten Alor, Muhammad Marhaban, Kadis Pendidikan, Albert N. Ouwpoli kadis Perhubungan ,Joseph Malaikosa, Imanuel E.Blegur,
Dan tokoh masyarakat lainya.***